Apa itu HAS 2300? Siapa saja yang perlu menerapkan HAS 2300? Apa saja kriteria HAS 2300? Simak ulasan berikut untuk penjelasan lengkapnya.
Sertifikasi produk halal merupakan salah satu upaya negara dalam menjamin perlindungan terhadap warga negaranya dalam menjalankan ajaran agama yang dianutnya sesuai amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Adapun dalam proses sertifikasi ini, salah satu istilah yang paling sering digunakan adalah HAS 2300.
Lantas, apa itu HAS 2300 dan apa saja yang termasuk di dalamnya?
Apa Itu HAS 2300?
Pada dasarnya HAS 2300 adalah standar sertifikasi halal yang ditetapkan oleh LPPOM MUI, yakni lembaga otonom yang dibentuk oleh MUI guna melakukan tugas penelitian, pengkajian, penganalisisan, dan pemberi keputusan atas kehalalan sebuah produk berupa pangan, obat-obatan, dan kosmetika.
Standar ini memuat apa saja yang termasuk dalam kriteria sistem jaminan halal. Dengan demikian, seluruh produk (dengan jenis yang telah ditentukan) yang masuk, beredar, dan diperdagangkan di Indonesia harus memenuhi kriteria, kebijakan, serta prosedur yang dimaksud untuk mendapat sertifikasi dan label halal.
Siapa Saja yang Menggunakan Standar HAS 2300?
Berdasarkan Pasal 68 Peraturan Pemerintah No. 31 Tahun 2019 tentang Jaminan Produk Halal, produk yang wajib melakukan sertifikasi halal terdiri dari barang dan jasa dengan rincian sebagai berikut.
Barang
a. Makanan dan minuman;
b. obat;
c. kosmetik;
d. produk kimiawi;
e. produk biologi;
f. produk rekayasa; dan
g. barang gunaan yang dipakai, digunakan, atau dimanfaatkan.
Jasa
a. Penyembelihan;
b. pengolahan;
c. penyimpanan;
d. pengemasan dan pendistribusian;
e. penjualan; dan
f. penyajian.
Adapun secara spesifik, jenis kegiatan usaha yang perlu menggunakan standar HAS 2300 adalah:
- industri pengolahan (pangan, obat, dan kosmetika);
- Rumah Pemotongan Hewan alias RPH;
- restoran;
- katering; dan
- dapur.
Kriteria Sistem Jaminan Halal Menurut HAS 2300
Setelah mengetahui apa itu HAS 2300, kini saatnya Anda mengetahui apa saja kriteria sistem jaminan halal (SJH) yang ditetapkan oleh HAS 2300.
1. Kebijakan Halal
Kebijakan Halal merupakan komitmen untuk menghasilkan produk halal yang dibuat dalam bentuk tertulis oleh pihak perusahaan.
2. Tim Manajemen Halal
Tim Manajemen Halal terdiri dari sekelompok orang di dalam perusahaan yang bertanggung jawab atas sistem jaminan halal, mulai dari perencanaan, implementasi, evaluasi, hingga perbaikan. Tim Manajemen Halal dibentuk oleh Manajemen Puncak dengan disertai bukti tertulis dan wajib menyediakan sumber daya yang diperlukan oleh Tim Manajemen Halal.
3. Pelatihan
Pelatihan merupakan aktivitas yang bertujuan untuk menambah pengetahuan, meningkatkan keterampilan dan sikap sehingga SDM kompeten sesuai standar yang ditentukan. Perusahaan harus melakukan pelatihan internal maupun eksternal dengan jangka periode yang ditentukan.
4. Bahan
Bahan merupakan unsur yang dipakai dalam pembuatan produk yang terdiri dari:
- bahan baku;
- bahan tambahan;
- bahan penolong;
- kemasan;
- pelumas;
- sanitizer dan bahan pembersih lainnya; dan
- media validasi hasil pencucian.
5. Fasilitas Produksi
Perusahaan (industri pengolahan, RPH, dan kafe/restoran/dapur) harus menjamin bahwa fasilitas produksinya—baik lokasi, alat yang digunakan, alat transportasi yang digunakan, hingga outlet yang dipakai—tidak terkontaminasi dengan bahan maupun produk yang haram dan/atau najis.
6. Produk
Produk harus:
- didaftarkan (baik berupa retail, nonretail, produk antara, maupun produk akhir);
- tidak memiliki bau atau rasa yang mengarah pada produk haram; dan
- tidak memiliki kemasan atau label yang menampilkan sifat erotis, porno, maupun vulgar.
7. Prosedur Tertulis
Perusahaan wajib mempunyai prosedur tertulis terkait tata cara pelaksanaan aktivitas kritis. Adapun yang dimaksud dengan aktivitas kritis adalah aktivitas rantai produksi yang memengaruhi status kehalalan produk dan mencakup:
- penggunaan bahan baru untuk produk yang sudah disertifikasi;
- pembelian bahan;
- formulasi dan pengembangan produk;
- pemeriksaan bahan datang;
- produksi;
- pencucian fasilitas produksi;
- penyimpanan bahan dan produk; dan
- transportasi bahan dan produk.
8. Kemampuan Telusur
Perusahaan wajib memiliki prosedur tertulis yang dapat ditelusuri sehingga dapat menjamin apakah produk yang disertifikasi tersebut telah memenuhi kriteria yang disyaratkan oleh LPPOM MUI, mulai dari bahan hingga fasilitas produksinya.
9. Penanganan Produk yang Tidak Sesuai Kriteria
Ada kalanya produk yang diproduksi tidak sesuai kriteria yang sudah ditetapkan. Oleh sebab itu, perusahaan harus memiliki prosedur tertulis terkait penanganan produk yang belum memenuhi kriteria tersebut. Adapun produk yang tidak memenuhi kriteria harus dimusnahkan. Apabila telah terlanjur dijual, maka produk harus ditarik.
10. Audit Internal
Perusahaan wajib memiliki prosedur tertulis tentang audit internal terkait SJH dan melaksanakan audit internal setidaknya dua kali dalam satu tahun.
11. Kaji Ulang Manajemen
Kaji Ulang Manajemen dilakukan guna menilai keefektifan atas penerapan SJH. Aktivitas ini dilakukan setidaknya satu kali dalam satu tahun.
Kesempatan Menjadi Auditor Halal
Menjadi seorang Auditor Halal merupakan salah satu profesi yang memiliki prospek bagus di Indonesia.
Hal ini dikarenakan dua hal utama. Pertama, masyarakat beragama Islam masih menjadi kelompok mayoritas di Indonesia sehingga tuntutan untuk menjamin produk yang beredar halal sangat tinggi. Kedua, produk yang beredar di Indonesia terus bertambah, baik dari produk lokal maupun impor.
Pemerintah pun telah membentuk Lembaga Pemeriksa Halal (LPH) sebagai lembaga yang melakukan pemeriksaan dan atau pengujian terhadap kehalalan suatu produk.
Dengan begitu, selain LPPOM MUI (yang juga diperkirakan akan memiliki beban makin berat jika harus melakukan pelayanan seluruh permintaan Sertifikat Halal), ada juga lembaga lain yang dapat berwenang dapat memeriksa dan menguji halal atau tidaknya suatu produk.
Tentunya, sebuah LPH dapat beroperasi apabila telah memenuhi persyaratan yang telah ditentukan. Adapun LPH juga harus memiliki setidaknya 3 Auditor Halal sebagai pihak profesional yang memiliki kemampuan melakukan pemeriksaan kehalalan sebuah produk.
Syarat Menjadi Auditor Halal
Guna menjadi seorang Auditor Halal, seseorang tentu harus memahami dulu konsep halal yang sesuai syariat dan beberapa wawasan pendukungnya—termasuk apa itu HAS 2300 yang menjadi standar kehalalan di Indonesia.
Adapun secara umum, syarat menjadi Auditor Halal adalah sebagai berikut.
Memenuhi Syarat Administrasi
Sesuai UU No. 33 Tahun 2004 tentang JPH, Auditor Halal harus:
- warga negara Indonesia;
- beragama Islam;
- berpendidikan minimal S1 di bidang pangan, kimia, biokimia, teknik industri, biologi, atau farmasi;
- memahami dan memiliki wawasan luas tentang kehalalan sebuah produk sesuai syariat Islam;
- mendahulukan kepentingan umat di atas kepentingan pribadi dan/atau golongan; dan
- memperoleh sertifikat dari MUI.
Mengikuti Sertifikasi Auditor Halal
Untuk memperoleh sertifikat dari MUI, calon Auditor Halal harus lebih dulu mengikuti sertifikasi atau pelatihan Auditor Halal dari lembaga terkait yang resmi seperti Mutu Institute.
Mutu Institute merupakan lembaga sertifikasi Auditor Halal yang telah diakui oleh Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP). Oleh sebab itu, seluruh prosedur pelatihan dan ujian yang dilakukan pun telah memenuhi standar yang ditetapkan oleh negara.
Memiliki sertifikasi Auditor Halal merupakan suatu bekal karier yang berprospek cerah khususnya di Indonesia. Hubungi Mutu Institute lewat email info@mutuinstitite.com atau telepon 0819-1880-0007.
Sumber:
Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 tentang JPH
PP No. 31 Tahun 2019 tentang JPH
https://www.halalmui.org/mui14/main/page/kriteria-sistem-jaminan-halal-dalam-has23000
Berapa Biaya Sertifikasi Auditor Halal?