Seluk-Beluk Penanggung Jawab Operasional Pengolahan Air Limbah (POPAL) di Indonesia

Seluk-Beluk Penanggung Jawab Operasional Pengolahan Air Limbah (POPAL) di Indonesia

Tahukah Anda, sekitar 82 persen sungai di Indonesia terkontaminasi limbah? Ironisnya, 67 persen limbah tersebut berasal dari rumah tangga tanpa melewati pengolahan. Hal itu mengakibatkan penurunan kualitas air sungai berdasarkan beberapa parameter kandungan, seperti fecal coli dan H2S.

Penurunan kualitas air tersebut mengancam kesehatan 1,8 miliar manusia. Pasalnya, mereka kerap menggunakan sungai maupun sumber air lain yang sudah tercemar tinja. Padahal, air itu dapat menyebabkan penyakit kolera, tifus, disentri, dan polio.

Salah satu cara mengurangi dampak pencemaran, yakni dengan melakukan pengolahan air limbah. Indonesia—sebagai negara yang peduli lingkungan—menyerahkan wewenang tersebut kepada Penanggung Jawab Operasional Pengolahan Limbah (POPAL).

Penanggung Jawab Operasional Pengolahan Air Limbah (POPAL)

Untuk memastikan pengelolaan limbah berjalan baik, perusahaan harus memiliki personel POPAL. Tugas utama POPAL adalah menyusun rencana, mengoperasikan, merawat, dan mengoptimalkan instalasi air limbah. Personel POPAL juga bertanggung jawab atas kelancaran pelaksanaan tanggap darurat dalam pengoperasian instalasi.

Selama bertugas, personel POPAL wajib memenuhi kompetensi sesuai Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor Republik Indonesia. Peraturan tersebut menegaskan kompetensi yang dimiliki personel POPAL harus berdasarkan ketentuan sertifikat.

Penerbitan sertifikat kompetensi tersebut dilakukan oleh Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) atau Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP). Setelah memiliki sertifikat kompetensi ini, personel POPAL secara resmi diakui Pemerintah Indonesia.

Jenis-Jenis Limbah Industri

Limbah industri merupakan barang atau bahan sisa kegiatan produksi yang sudah tidak digunakan kembali. Berdasarkan bentuknya, limbah dibagi menjadi empat macam, yakni padat, cair, gas, dan B3.

A.       Limbah Cair

Limbah cair adalah sisa proses produksi maupun kegiatan domestik yang berbentuk cairan. Jenis limbah ini dikelompokkan menjadi empat jenis.

  1. Domestic wastewater. Asal limbah dari buangan rumah tangga, bangunan, perkantoran, dan perdagangan. Contoh domestic wastewater, antara lain tinja, detergen, dan air bekas cuci piring.
  2. Industrial wastewater. Limbah ini berasal dari pabrik atau pusat industri, seperti sisa cucian daging dan buangan tekstil.
  3. Infiltration and inflow. Kedua jenis limbah cair ini berasal dari saluran pembuangan yang merembes ke dalam tanah maupun luapan permukaan air. Biasanya, rembesan tersebut masuk melalui pipa bocor dan rusak. Sementara luapan airnya muncul akibat bagian saluran terbuka tanpa sengaja.

Contoh limbahnya, antara lain air buangan dari pendingin ruangan dan talang atap. Selain itu, air rembesan di industri perdagangan, pertanian, maupun perkebunan juga dapat dikategorikan infiltration and inflow.

  1. Storm water. Limbah storm water dihasilkan dari aliran air hujan di permukaan tanah. Air tersebut membawa partikel buangan padat dan cair yang akhirnya menjadi limbah cair.

Mengingat banyaknya limbah cair, pengelolaannya harus dilakukan secara benar supaya tidak menimbulkan dampak negatif. Beberapa dampak negatif yang dapat disebabkan oleh limbah cair, yaitu sumber penyakit dan pencemaran lingkungan.

B.       Limbah Padat

Limbah padat dihasilkan dari aktivitas industri dan tempat umum dalam bentuk lumpur, bubur, maupun padatan. Jika dibuang ke sungai atau laut, limbah tersebut dapat membunuh makhluk hidup yang tinggal di dalamnya. Contoh limbahnya, antara lain plastik, sisa semen, kertas, pakaian bekas, dan kabel listrik.

Secara detail, berikut ini ada enam jenis limbah padat berdasarkan sifat dan sumbernya.

  1. Sampah organik. Limbah padat ini terdiri dari bahan-bahan yang mudah terurai oleh mikroorganisme atau cepat membusuk. Beberapa contoh limbah padat, yaitu sisa dapur, sayuran, dan kulit buah.
  2. Sampah anorganik. Sifat sampah anorganik kebalikan dari organik, yakni tidak mudah terurai. Sumber sampah ini dari bahan-bahan nonhayati, seperti plastik, kaca, logam, dan selulosa.
  3. Sampah abu. Sulit membusuk dan mudah terbawa angin adalah sifat sampah abu. Karena itu, sampah abu mudah masuk ke dalam ruang tertutup dan mengotori benda-benda di sekitarnya.
  4. Sampah bangkai binatang. Semua binatang yang merupakan bagian sampah ini. Meski mudah terurai, sampah tersebut bisa mencemari lingkungan dengan aroma tidak sedap.
  5. Sampah sapuan. Limbah juga dapat dihasilkan dari sisa sapuan yang tercecer di jalan raya, seperti dedaunan, plastik, dan kertas.
  6. Sampah industri. Buangan industri yang berbentuk padat dapat dikategorikan sebagai sampah industri. Contoh sampah industri, antara lain botol, sisa barang elektronik, dan besi.

Mengingat banyaknya jenis limbah padat, penanganannya harus berdasarkan kegunaan masing-masing. Jika masih memiliki nilai ekonomis, tidak ada salahnya mendaur ulang sampah tersebut. Sebagai contoh, daur ulang baju bekas menjadi sarung bantal atau pot bunga dari ban yang sudah tidak terpakai.

Selain daur ulang, reuse dan reduce juga bisa mencegah pencemaran lingkungan oleh limbah padat. Reuse berarti memakai kembali benda yang dianggap limbah dengan fungsi sama. Contohnya, Anda menggunakan botol bekas kecap untuk menyimpan saus atau memanfaatkan kemasan minuman sebagai wadah minyak goreng.

Kalau ingin mengurangi jumlah sampah, tindakan reduce lah yang harus Anda terapkan. Sebagai contoh, untuk mengirim laporan kerja, pastikan menggunakan Email atau aplikasi messenger. Reduce juga bisa dilakukan dengan memakai tas belanja ramah lingkungan secara berulang.

C.        Limbah Gas

Limbah gas mengandung partikel bahan padatan maupun cairan dengan ukuran sangat kecil. Bobotnya juga ringan, tidak mudah mengendap, serta sulit menggumpal. Ketika partikulat tersebut menyatu di udara, angin membantu proses penyebarannya. Karena itulah, muncul polutan yang dapat mencemari udara.

Berikut ini beberapa limbah gas yang kerap menjadi polusi.

  1. Karbon monoksida. Gas karbon monoksida merupakan hasil pembakaran kayu, batu bara, dan pemakaian bahan bakar. Ciri gas ini, yakni tidak memiliki bau, warna, dan rasa. Namun, siapa pun bisa keracunan karbon monoksida dengan gejala ringan sampai berat. Mulai dari pusing, mual, muntah, lelah, hingga sakit perut.
  2. Karbon dioksida. Sifat utama karbon dioksida, yakni tidak berbau dan berwarna, sulit terbakar, serta sedikit asam. Gas ini juga lebih berat daripada udara, tetapi mudah larut dalam air.
  3. Nitrogen oksida. Gas nitrogen oksida mudah dikenali karena memiliki warna dan aroma. Senyawa di udara bebas ini terdiri dari nitrit oksida dan nitrogen dioksida. Meski memiliki sifat berbeda, keduanya sama-sama berbahaya bagi kesehatan.
  4. Sulfur oksida. Terbentuk dari kombinasi oksigen dan sulfur, sulfur dioksida tidak memiliki warna maupun bau tajam. Namun, gas ini memiliki sifat oksidasi dan mampu melarutkan secara sempurna. Selain itu, sulfur dioksida juga berfungsi sebagai pengawet, pemanis buatan, minuman, dan bahan gelas.
  5. Asam klorida. Berbentuk uap, asam klorida memiliki komponen asam yang sangat kuat. Karena itu, asam klorida bersifat korosif terhadap jaringan tubuh. Mulai dari kerusakan pernapasan, mata, kulit, hingga usus.
  6. Amonia. Gas amonia memiliki karakter tidak berwarna, tetapi mengeluarkan bau menyengat. Asal amonia biasanya dari kotoran hewan yang terurai bakteri, bangkai, dan tumbuhan.
  7. Tidak berbau maupun berwarna, metana kerap digunakan untuk keperluan komersial industri. Jika pengelolaannya kurang tepat, gas metana bisa menjadi salah satu penyebab kerusakan atmosfer.

Tidak hanya itu, gas metana juga bisa menimbulkan masalah kesehatan pada manusia. Salah satunya adalah keracunan yang ditandai dengan mual, muntah, pusing, dan gagal jantung. Bahkan, keracunan pada level tertinggi dapat menyebabkan kematian.

  1. Hidrogen fluorida. Gas ini bersifat korosif sehingga bisa merusak kesehatan tubuh. Karakteristiknya tidak berwarna, tetapi memiliki bau yang mampu menimbulkan iritasi.
  2. Nitrogen sulfide. Anda bisa mengenali gas ini dengan mudah karena aromanya sangat menyengat. Umumnya, gas dihasilkan dari penguraian bahan organik oleh bakteri tanpa oksigen.
  3. Klorin. Gas klorin mempunyai bau menyengat dan tidak berwarna. Jika dicampurkan dengan zat lain yang bersifat asam, gas klorin bisa membahayakan kesehatan.

D.       Limbah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun)

Limbah B3 merupakan sisa kegiatan manusia yang menggunakan bahan-bahan beracun dan berbahaya dari segi sifat, jumlah, maupun konsentrasinya. Limbah B3 juga diartikan sebagai bahan perusak dan pencemar lingkungan, kelangsungan hidup manusia, serta habitat makhluk lainnya.

Karena itulah, pengelolaan limbah B3 harus dilakukan dengan cara khusus. Pelakunya pun harus berhati-hati dalam mengelola agar tidak merugikan pihak lain. Selain itu, pengelolaan bertujuan untuk mencegah, mengatasi pencemaran, dan mengurangi dampak kerusakan lingkungan.

Rangkaian kegiatan pengelolaan limbah B3 dimulai dari reduksi, lalu penyimpanan, pengumpulan, pengangkutan, serta pengolahan. Terakhir, limbah B3 harus ditimbun sesuai prosedur.

Lantas, apa saja jenis-jenis limbah B3?

Pertama; limbah B3 yang tidak berasal dari kegiatan utama, melainkan proses sampingan. Contohnya, pemeliharaan alat, pelarutan kerak, pencucian, pengemasan, dan inhibitor korosi.

Kedua; limbah B3 yang dihasilkan dari sumber spesifik, misalnya proses industri. Selanjutnya, ada limbah B3 berasal dari sumber tidak diduga,  seperti buangan produk gagal, kedaluwarsa, sisa kemasan, dan tumpahan.

Kesimpulannya, limbah dapat digolongkan ke dalam jenis B3, jika memenuhi syarat berikut.

  • Mudah meledak dan teroksidasi.
  • Mudah menyala.
  • Mengandung racun.
  • Memiliki sifat korosif yang dapat menimbulkan iritasi.
  • Menyebabkan gangguan kesehatan, seperti karsinogenik dan mutagen.

Pengolahan Air Limbah

Pengertian pengolahan air limbah, yakni proses membersihkan atau menghilangkan hasil kegiatan industri, rumah tangga, maupun komersial. Dengan begitu, air dapat dimanfaatkan kembali tanpa menimbulkan dampak negatif bagi lingkungan maupun manusia.

Ada lima tahap kegiatan pengolahan air limbah, yaitu prapengolahan, pengolahan primer, sekunder, tersier, dan pengeringan. Berikut penjelasannya.

A. Prapengolahan

Prapengolahan bertujuan untuk membuang material kasar dan padat pada air limbah. Pembuangan juga memiliki tujuan agar efektivitas kegiatan operasional dapat meningkat. Selain itu, prapengolahan bisa mengurangi beban perawatan dan perbaikan peralatan yang dipakai pada tahapan selanjutnya.

Adapun tahapan prapengolahan dimulai dari menyaring bahan kasar dan membuang kotoran. Kemudian, kegiatan dilanjutkan dengan mengurangi material limbah berukuran besar.

B. Proses Pengolahan Primer

Pengolahan primer dilakukan dengan membuang bahan-bahan padat yang bersifat organik maupun anorganik. Selain itu, pengolahan primer bertujuan untuk menghilangkan bahan terapung dalam limbah. Keseluruhan proses tersebut menggunakan teknik sedimentasi dan skimming.

Ada sekitar 20—50 persen Biochemical Oxygen Demand (BOD) yang dibuang dalam proses pengolahan primer. Sementara padatan tersuspensi dihilangkan hingga maksimal 70 persen. Terakhir, sebanyak 65 persen minyak dan grease di air limbah pun disingkirkan melalui proses pengolahan primer.

C. Proses Pengolahan Sekunder

Pengolahan sekunder dilakukan setelah menerima air limbah dari proses primer dengan tujuan membuang bahan organik maupun padat. Pada proses ini juga terdapat pembuangan material organik koloid dan terlarut. Tentunya material tersebut dapat didegradasi secara biologis.

Proses pengolahan biologis bisa terjadi jika didukung bakteri aerob yang memanfaatkan oksigen dalam penguraian. Dengan demikian, proses ini dapat menghasilkan banyak mikroorganisme dan material anorganik pada tahap akhir.

D. Proses Pengolahan Tersier

Tahap selanjutnya, pengelolaan air limbah memasuki pengolahan tersier. Proses ini bertujuan untuk membuang 99 persen zat lain yang terkandung dalam air limbah. Dengan demikian, air limbah dapat diperbaiki kualitasnya.

Sayangnya, untuk menerapkan teknologi pengolahan tersier, membutuhkan biaya relatif besar. Selain itu, pabrik maupun perusahaan juga membutuhkan tenaga yang ahli mengoperasikannya.

E. Pengeringan

Sebagai upaya mengefisiensikan biaya pembuangan, maka dilakukan proses pengeringan bahan padat biologis. Seperti tahapan sebelumnya, material limbah tersebut bisa dibuang, lalu diolah kembali dengan belt filter press.

Alat belt filter press yang dimaksud adalah mesin pengering lumpur industri kimia, pengolahan air, dan pertambangan dengan teknik penekan. Di samping itu, belt filter juga kerap dipakai dalam proses produksi sari buah apel, jus apel, dan anggur.

Sementara itu, untuk proses pengeringan, Anda bisa menambahkan bahan kimia lain ke dalam belt filter. Tujuannya agar kelembapan pada lumpur berkonsentrasi tetap berada di titik terendah.

Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL)

Istilah IPAL juga dikenal dengan wastewater treatment plant (WWTP). Secara umum, IPAL maupun WWTP didefinisikan sebagai prosedur memisahkan limbah biologis dan kimia dari air. Dengan demikian, air aman digunakan dalam aktivitas manusia.

Contoh IPAL dalam skala kecil, yakni penerapan septic tank untuk water closet. Fungsi utama septic tank tersebut adalah meningkatkan kualitas air yang sudah tercemar limbah biologis.

Penggunaan konsep IPAL juga dapat dilakukan di skala komunal, seperti perumahan, perkampungan, dan perkantoran. Di samping itu, IPAL kerap dipakai untuk kebutuhan industri dan pertanian.

IPAL pertanian—termasuk peternakan—dibutuhkan untuk memudahkan pembuangan limbah. Sebagai contoh, di sektor pertanian; air bersih mudah dicemari pestisida maupun obat kimia lainnya. Dengan IPAL, maka kualitas air tersebut bisa diperbaiki.

Kemudian di bidang peternakan; kotoran ternak mencemari lingkungan dengan limbah padat, cair, maupun gasnya. Menggunakan teknik IPAL, limbah dapat disaring untuk dimanfaatkan sebagai biogas.

Sementara itu, IPAL perkotaan dibuat untuk mengurangi risiko pencemaran akibat limbah rumah tangga. Jika pencemaran tersebut diabaikan, lambat laun banyak orang kota kesulitan mencari sumber air bersih.

IPAL yang tidak kalah penting adalah di bidang industri. Pasalnya, aktivitas industri menjadikan risiko pencemaran lingkungan lebih tinggi. Akibatnya tidak hanya menurunkan kualitas air di sekitar, tetapi juga dapat membunuh makhluk hidup.

Sebagai contoh, limbah air industri tekstil di sungai mampu mengubah warna sekaligus meracuni ikan di dalamnya. Jika mengalir ke samudera, limbah air tersebut bisa mematikan puluhan ribu hewan laut.

Jadi, IPAL memang penting untuk pengolahan limbah cair agar air layak digunakan kembali oleh manusia. Teknologi IPAL juga dapat membuat air yang mengalir ke sungai menjadi lebih bersih. Selain itu, IPAL bisa meningkatkan kualitas dan produktivitas hasil pertambangan.

Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan POPAL

Kewajiban mengelola limbah tertuang dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.5 Tahun 2018. Isinya mencakup tentang standar dan sertifikasi kompetensi POPAL.

Mengacu pada peraturan tersebut, berikut ini beberapa standar kompetensi yang harus dimiliki personel POPAL.

  • Mampu mengoperasikan Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) dengan baik dan lancar.
  • Memiliki ketelitian dalam menilai tingkat pencemaran air limbah.
  • Mampu merawat Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL).
  • Sanggup mendeteksi bahaya yang timbul dalam pengolahan air limbah.
  • Bisa melakukan tindakan keselamatan dan kesehatan kerja atau K3 untuk mencegah bahaya dalam pengolahan air limbah.
  • Mampu melakukan identifikasi sumber pencemar udara dari emisi.

Dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.5 Tahun 2018 juga disebutkan syarat-syarat mengikuti sertifikasi POPAL. Beberapa syarat tersebut meliputi tingkat pendidikan minimal, pengalaman kerja, dan penguasaan bahasa.

Pelatihan POPAL BNSP

Sertifikasi dilakukan melalui pelatihan POPAL yang diselenggarakan oleh LSP maupun BNSP. Materi yang diberikan dalam pelatihan tidak hanya seputar pengelolaan limbah, tetapi juga penanganan masalahnya.

Lalu, mengapa sertifikasi harus melewati proses pelatihan?

Alasan pertama; rata-rata sistem pengolahan limbah di Indonesia tergolong kurang baik sehingga mengganggu keseimbangan lingkungan. Dengan adanya pelatihan, peserta mendapatkan wawasan seputar pentingnya menjaga kelestarian alam melalui pengolahan limbah yang tepat. Mereka juga menjadi lebih peduli terhadap lingkungan.

Alasan kedua; peserta bisa meningkatkan pengetahuan tentang solusi mengendalikan dan mengolah limbah cair. Studi kasus yang diberikan saat pelatihan pun dapat mengasah ketajaman pemikiran mereka dalam mencari solusi.

Alasan ketiga; pelatihan dapat meningkatkan wawasan peserta tentang dasar hukum pengolahan limbah. Jadi, peserta sertifikasi mampu memahami sanksi, dampak negatif, dan cara pengolahan yang tepat menurut undang-undang.

Tidak hanya itu, pelatihan juga memiliki beberapa tujuan berikut.

    • Peserta mampu menemukan berbagai cara untuk mencegah pencemaran air.
    • Peserta dapat menerapkan pengelolaan air dalam kehidupan sehari-hari maupun industri.
    • Peserta mampu memenuhi standar kompetensi sesuai SKKNI sebagai operator POPAL.

Untuk mencapai tujuan pelatihan, tentunya penyelenggara memberikan materi-materi pendukung. Berikut ini beberapa materi dalam pelatihan POPAL BNSP.

  1. Undang-Undang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
  2. Dampak buruk air limbah bagi kehidupan manusia, lingkungan, dan makhluk hidup di sekitarnya.
  3. Pentingnya mengelola air dari limbah yang berpotensi menurunkan kesehatan masyarakat.
  4. Pengendalian dan pengelolaan limbah yang meliputi pembelajaran sistem operasional instalasi pengolahan air limbah (IPAL), pengolahan instalasi air limbah, perencanaan operasional IPAL, evaluasi kinerja IPAL, dan laporan kinerja IPAL.
  5. Teknik K3 untuk mengelola limbah cair.
  6. Tanggap darurat IPAL yang terdiri dari identifikasi keadaan, pencegahan, dan penanganan air limbah.
  7. Pembelajaran tentang minimalisasi timbulan air limbah, mencakup submateri berikut.
    • Peluang minimalisasi air limbah.
    • Penyusunan program minimalisasi air limbah.
    • Pelaksanaan minimalisasi air limbah.

Selama pelatihan, peserta akan dipandu oleh trainer kompeten di bidang IPAL dan beberapa orang konsultan. Setelah semua materi pelatihan disampaikan oleh pemandu, peserta harus mengikuti ujian. Penampilan peserta saat ujian akan dinilai oleh tim asesor dari BNSP.

Lantas, berapa biaya pelatihan POPAL BSNP tersebut?

Berdasarkan informasi beberapa situs, tarif pelatihan sekitar Rp6—12 jutaan. Biaya tersebut sudah termasuk fasilitas penginapan, sertifikat, meeting package, konsumsi, training kit, modul, dan program after sale.

Demikian ulasan seputar Penanggung Jawab Operasional Pengolahan Air Limbah (POPAL) yang memiliki peran penting dalam sebuah negara. POPAL adalah salah satu penyelamat generasi masa depan dari ancaman krisis air akibat pencemaran limbah berbahaya.

 

Mau mengikuti pelatihan POPAL dari Mutu Institute? Hubungi kami di: Hotline: 0819-1880-0007 Email: [email protected]

-
people visited this page
-
spent on this page
0
people liked this page
Share this page on
Picture of Taufik Mutu Institute
Taufik Mutu Institute

Professional Trainer