Ekspor Kelapa Sawit Sebagai Penopang Ekonomi Negeri

Industri kelapa sawit Indonesia sudah dimulai sejak zaman kependudukan Belanda. Hingga kini, sawit masih menjadi sektor utama dalam menopang ekonomi negeri di tengah pandemi sekalipun.

Kelapa sawit merupakan produk hasil kebun yang terbukti mampu meningkatkan perekonomian Indonesia selama lebih dari empat dekade. Ekspor minyak sawit menjadi penghasil devisa terbesar dengan nilai ekspor mencapai Rp 220 triliun di tahun 2019. Bahkan, angka tersebut diklaim melampaui nilai ekspor dari sektor lainnya, baik migas maupun nonmigas.

Perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan pun kian meningkatkan nilai sawit. Berbagai studi menemukan bahwa ada banyak pemanfaatan tanaman yang bentuk fisiknya menyerupai pohon tanaman salak ini selain dari buahnya saja.

Riset menunjukkan bahwa tumbuhan kelapa sawit secara menyeluruh sangatlah produktif mengingat seluruh bagiannya dapat dimanfaatkan sehingga tak ada bagian yang terbuang—termasuk produk sampingan dari limbahnya.

Baca juga: Jenis Tanah di Indonesia yang Cocok untuk Tanaman Sawit

Perkebunan Kelapa Sawit Indonesia Sejak Era Hindia-Belanda

Kelapa sawit bukanlah tanaman asli Indonesia. Pemerintah Hindia Belanda kala itu membawa empat biji kelapa sawit dari Afrika dan mencoba menananmnya di Kebun Raya Bogor pada 1848. Iklim tropis Indonesia rupanya cocok dengan pertumbuhan sawit sehingga akhirnya budidaya secara komersial pun dilakukan terutama di kawasan Sumatera.

Indonesia pun berhasil menjadi negara utama pemasok minyak sawit selama beberapa periode—terutama saat Revolusi Industri terjadi. Namun, penurunan drastis terjadi pada masa kependudukan Jepang dengan tingkat produksi hanya mencapai seperlima dari total produksi di tahun 1940.

Kebangkitan industri sawit baru kembali bangkit pada orde baru dengan adanya sistem Perkebunan Inti Rakyat (PIR).

Minyak Sawit Sebagai Komoditas Penting

Minyak Sawit Sebagai Komoditas Penting

Minyak nabati adalah salah satu bahan pangan penting yang dibutuhkan oleh masyarakat secara global. Selain beragam kebutuhan yang menjalar di berbagai aspek, meningkatnya populasi manusia di dunia,  juga menjadi alasan mengapa kebutuhan akan minyak nabati selalu meningkat tiap tahun.

Berdasarkan data dari Oil World, setidaknya ada 17 jenis tanaman yang dapat menghasilkan minyak nabati. Masing-masing jenis tanaman tersebut mempunyai karakter yang berbeda sesuai dengan ekosistem di tempatnya bertumbuh.

Kelapa sawit termasuk dalam kelompok tanaman penghasil minyak nabati yang berada di kawasan tropis. Adapun salah satu keunggulan kelapa sawi dibandingkan tanaman sumber minyak nabati lainnya adalah tingkat produktivitas yang tinggi.

Kelapa sawit dapat terus berproduksi sepanjang tahun. Dengan demikian, peranan dan ‘tanggung jawab’ kelapa sawit dalam memenuhi kebutuhan minyak nabati pun kian besar—baik untuk negara tropis maupun masyarakat dunia secara umum.

Data tahun 2020 menunjukkan bahwa minyak sawit merupakan minyak nabati yang paling banyak dikonsumsi masyarakat di seluruh dunia dengan pangsa pasar sebesar 41 persen. Setelah itu, berturut-turut kebutuhan minyak nabati global dipenuhi oleh minyak kedelai sebesar 33 persen, minyak rapeseed sebanyak 16 persen, dan minyak biji bunga matahari sebesar 10 persen.

Peranan Kelapa Sawit dalam Ekonomi Nasional

Hingga hari ini, produksi minyak sawit mentah alias crude palm oil (CPO) Indonesia terus mengalami peningkatan. Kenaikan produksi tersebut seiring dengan volume ekspor yang terus menumbuh dan berdampak pada peningkatan devisa. Hal ini pun membuat industri kelapa sawit menjadi elemen penyeimbang untuk neraca perdagangan Indonesia yang relatif mengalami defisit.

Pada 2018 lalu, produksi CPO dan minyak inti sawit berhasil mencapai angka 51,8 juta ton. Selang satu tahun kemudian, produksi mengalami peningkatan hingga menembus 51,8 juta ton. Pun di tahun 2019, devisa yang dihasilkan dari sektor kelapa sawit tercatat sebesar US$20,2 miliar yang artinya terjadi peningkatan sebesar  $1,6 miliar sejak tahun 2015.

Sementara itu, pencapaian produksi di tahun 2020 memang mengalami penurunan karena hantaman pandemi. Permintaan ekspor ke beberapa negara berkurang meski di beberapa negara lain seperti Amerika Serikat dan India justru mengalami peningkatan secara volume. Menyikapi hal tersebut, Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) telah mengincar pasar baru, yakni Afrika dan Pakistan.

Kendati demikian, terlepas dari kuantitas produksi yang tak sebanyak periode sebelumnya, nilai devisa yang dihasilkan pada 2020 rupanya justru meningkat menjadi US$23 miliar atau setara dengan Rp 351,5 triliun.

Keberhasilan sektor sawit untuk tetap bertahan bahkan mengalami peningkatan di tengah pandemi yang menghantam keras perekonomian global merupakan angin segar tersendiri. Produksi minyak sawit diperkirakan akan kembali meningkat menjadi 56 juta di tahun 2021 dengan diikuti oleh peningkatan volume ekspor pula. Harga sawit juga sedang berada dalam kondisi yang bagus, yakni di atas US$9.000 per ton—bahkan dapat mencapai US$1.100 per ton.

Jika ditelaah lebih jauh, kondisi industri kelapa sawit yang tetap stabil dan cenderung meningkat ini menguntungkan banyak pihak. Tak cuma negara secara umum, para pekerja termasuk petani di industri sawit mengalami pula peningkatan kesejahteraan. Pekerja dan keluarganya dapat memenuhi kebutuhan mereka sehingga menggerakkan pula roda perekonomian.

Inovasi Kelapa Sawit Sebagai Penambah Nilai

Inovasi Kelapa Sawit Sebagai Penambah Nilai

Kelapa sawit pun tak cuma dapat diolah menjadi minyak. Sumber minyak nabati ini juga paling produktif untuk diolah menjadi bahan baku bahan bahan bakar. Dua jenis turunan yang energi terbarukan alias renewable energy yang dihasilkan adalah biofuel generasi pertama  (first generation biofuel)berupa biodiesel dan biofuel generasi kedua (second generation biofuel) berupa bioethanol yang berbasis biomas dan biogas yang berbasis palm oil mill effluent alias POME.

Adapun rerata pertumbuhan produksi biodiesel global adalah 14,1 persen setiap tahunnya. Namun dibandingkan kawasan lainnya, negara-negara Asia mengalami pertumbuhan yang paling pesat dengan rerata 25 persen per tahun. Indonesia pun menjadi negara yang relatif paling pesat dibandingkan negara Asia lainnya.

Jika dikalkulasi, keberhasilan mendorong pemakaian biodiesel di Indonesia setara dengan penghematan devisa sebesar US$831 juta per tahun. Dalam jangka panjang, ketergantungan Indonesia terhadap penggunaan energi fosil pun akan berkurang.

Di samping energi terbarukan, pemanfaatan kelapa sawit dari seluruh bagiannya juga masih banyak. Seperti contoh, limbah cair kelapa sawit (LCKS) yang merupakan air buangan hasil proses pengolahan minyak sawit mentah dapat diolah sebagai pupuk organik di area kebun sawit sendiri.

Produk tersebut dapat dimanfaatkan setelah proses pengolahan di fasilitas instalasi pengolahan air limbah (IPAL) untuk menurunkan kadar keasamaan, biochemical oxygen demand (BOD), dan chemical oxygen demand (COD).

LCKS bahkan dapat dimanfaatkan pula sebagai energi biogas setelah melalui proses menggunakan metode penangkapan metana.

Pupuk organik dan kompos bisa pula diperoleh dari janjang kosong, daun, dan pelepah. Sementara itu, abu dan cangkang kelapa sawit bisa dipakai untuk material berbahan dasar silika seperti keramik. Lebih lanjut, bagian pohon kelapa sawit sangat mungkin diolah menjadi bahan furnitur.

Industri kelapa sawit perlu dikelola secara profesional oleh orang-orang terbaik dengan pengetahuan dan kemampuan yang tepat.

Mutu Institute menawarkan fasilitas pelatihan dan sertifikasi terkait industri kelapa sawit seperti ISPO berikut aspek pendukung lain seperti K3 guna mendukung peningkatan kualitas pekerja maupun perusahaan sawit secara keseluruhan.

Melalui pelatihan dan sertifikasi pula, diharapkan pula keberlangsungan industri sawit dapat terus berkembang dengan operasional yang dilakukan secara profesional.

Picture of Tami Mutu Institute
Tami Mutu Institute

Professional Trainer