Tidak semua produk yang beredar wajib bersertifikasi halal. Ketahui apa saja produk yang wajib bersertifikasi halal dan siapa yang harus memenuhinya.
Sertifikasi halal merupakan salah satu hal yang dipertimbangkan oleh konsumen muslim khususnya dalam memiliki produk. Pasalnya, tidak semua produk konsumsi yang beredar di pasaran memenuhi kategori halal sebagaimana yang disyariatkan agama Islam.
Maka dari itu, perusahan atau produsen perlu memahami mana saja yang termasuk kategori produk yang wajib bersertifikasi halal untuk mendukung keberlangsungan bisnisnya.
Di sisi lain, hal ini juga akan memberi rasa aman dan nyaman bagi para konsumen dalam memenuhi kebutuhan hidupnya melalui produk yang diambil nilai manfaatnya.
Kewajiban Pemerintah dalam Memberi Perlindungan
Adanya sertifikasi halal secara umum merupakan salah satu bentuk pemenuhan kewajiban negara dalam memberi perlindungan kepada warga negaranya.
Sebagaimana yang diamanatkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, negara memberi jaminan kemerdekaan pada setiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan melakukan ibadah sesuai agama dan kepercayaannya.
Hal ini yang kemudian menjadi dasar bahwa negara juga perlu memberi perlindungan serta jaminan terhadap kehalalan produk yang dikonsumsi maupun digunakan masyarakat.
Di sisi lain, jumlah penduduk muslim di Indonesia mencapai lebih dari 87%. Oleh karena belum semua produk yang beredar di masyarakat terjamin kehalalannya, maka adanya kepastian hukum mengenai kehalalan sebuah produk dinilai makin penting.
Peraturan tentang Jaminan Produk Halal
Pemerintah mengatur hal-hal yang berkaitan dengan sertifikasi halal melalui beberapa produk hukum seperti berikut.
- Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal
- Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 2019 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal
- Keputusan Menteri Agama Nomor 982 tahun 2019
- Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Jaminan Produk Halal
Adapun beberapa poin penting umum yang dapat di-highlight—dalam kaitannya mengenai produk-produk yang wajib mempunyai sertifikasi halal adalah sebagai berikut.
- Produk adalah barang dan/atau jasa yang terkait dengan makanan, minuman, obat, kosmetik, produk kimiawi, produk biologi, produk rekayasa genetik, serta barang gunaan yang dipakai, digunakan, atau dimanfaatkan oleh masyarakat.
- Produk Halal adalah produk yang telah dinyatakan halal sesuai dengan syariat Islam.
- Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) merupakan badan yang dibentuk oleh pemerintah sebagai pihak untuk menyelenggarakan Jaminan Produk Halal (JPH).
- Sertifikat Halal merupakan pengakuan kehalalan sebuah produk yang dikeluarkan oleh BPJPH yang didasarkan fatwa halal tertulis yang dikeluarkan oleh MUI.
Kategori Produk Wajib Bersertifikasi Halal
Ada banyak produk yang beredar di masyarakat untuk mendukung kebutuhan hidup sehari-hari. Namun, apakah apa saja yang termasuk dalam kelompok produk yang wajib bersertifikat halal?
Sesuai aturan dalam Pasal 68 Peraturan Pemerintah No. 31 Tahun 2019, produk yang wajib mempunyai sertifikat halal pada dasarnya terdiri atas dua jenis utama, yakni barang dan jasa.
Barang yang harus bersertifikasi halal adalah:
- Makanan dan minuman
- Obat
- Kosmetik
- Produk kimiawi
- Produk biologi
- Produk rekayasa
- Barang gunaan yang dipakai, digunakan, atau dimanfaatkan (barang yang dimaksud adalah barang yang berasal dari dan/atau mengandung unsur hewan, baik penggunaannya adalah untuk sandang, aksesori, peralatan rumah tangga, kemasan makanan dan minuman, alat tulis dan perlengkapan kantor, hingga perlengkapan yang dimanfaatkan sebagai alat kesehatan).
Sementara itu, jasa yang harus bersertifikasi halal adalah:
- Penyembelihan
- Pengolahan
- Penyimpanan
- Pengemasan Pendistribusian
- Penjualan
- Penyajian
Secara lebih rinci, aturan mengenai pelaksanaan atau penyelenggaraan JPH dapat ditemukan di dalam PP No. 34 Tahun 2021.
Siapa yang Wajib Melakukan Sertifikasi Halal pada Produknya?
Pihak yang wajib melakukan sertifikasi halal pada produknya adalah pengusaha yang produk usahanya masuk, beredar, dan diperdagangkan di Indonesia. Ketentuan ini juga berlaku bahkan apabila asal produk tersebut berasal dari luar negeri.
Selain itu, produk yang wajib bersertifikasi halal adalah produk yang berasal dari baha halal dan memenuhi PPH. Dalam kata lain, pelaku usaha mikro dan menengah atau UMKM yang memenuhi dua kriteria ini wajib melakukan sertifikasi pada produknya.
Hal ini sesuai dengan beberapa aturan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 2019 sebagai berikut.
- Pasal 2 ayat (1)
“Produk yang masuk, beredar, dan diperdagangkan di wilayah Indonesia wajib bersertifikat halal.”
- Pasal 3
“Sertifikat halal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) diberikan terhadap Produk yang berasal dari bahan halal dan memenuhi PPH.”
- Pasal 10
“Kerja sama BPJPH dengan kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang koperasi dan usaha kecil dan menengah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) huruf e meliputi:
- sosialisasi dan pendampingan sertifikasi kehalalan Produk bagi koperasi dan Pelaku Usaha mikro, kecil, dan menengah;
- fasilitas jalal bagi koperasi dan Pelaku Usaha menengah;
- pendataan koperasi dan Pelaku Usaha menengah;
- koordinasi dan pembinaan fasilitas halal bagi koperasi dan Pelaku Usaha mikro dan kecil;
- koordinasi dan pembinaan pendataan Pelaku Usaha mikro dan kecil; dan
- tugas lain yang terkait dengan penyelenggaraan JPH sesuai tugas dan fungsi masing-masing.”
Terkait kewajiban UMKM dalam melaksanakan sertifikasi produknya memang masih menimbulkan banyak polemik khususnya karena masalah pembiayaan. Meski aturan turunannya belum terlalu jelas, Pasal 62 Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 2019 telah menyiratkan adanya sinyal hijau terkait fasilitas pembiayaan seperti berikut.
“(1) Dalam hal Pelaku Usaha merupakan usaha mikro dan kecil, biaya sertifikasi halal dapat difasilitasi oleh pihak lain.
(2) Fasilitasi oleh pihak lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa fasilitasi oleh:
- pemerintah pusat melalui anggaran pendapatan dan belanja negara;
- pemerintah daerah melalui anggaran pendapatan dan belanja daerah;
- perusahaan;
- lembaga sosial;
- lembaga keagamaan;
- asosiasi; atau
- komunitas.”
Adakah Kewajiban bagi Pengusaha Produk Tidak Halal?
Demi menjamin kenyamanan, keamanan, dan keselamatan masyarakat, negara juga telah menetapkan kewajiban khusus bagi pengusaha yang membuat maupun mengedarkan produk tidak halal melalui beberapa poin dalam Peraturan Pemerintah No. 31 Tahun 2019 ini.
- Pasal 2 ayat (2)
“Produk yang berasal dari bahan yang diharamkan dikecualikan dari kewajiban bersertifikat halal.”
- Pasal 2 ayat (3)
“Produk sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib diberikan keterangan tidak halal.”
- Pasal 2 ayat (4)
“Pelaku usaha wajib mencantumkan keterangan tidak halal pada produk sebagaimana dimaksud pada ayat (3).”
Adapun keterangan tidak halal yang dimaksud dalam kewajiban tersebut dapat berupa gambar, tanda, dan/atau tulisan. Hal ini dijelaskan dalam Lampiran Undang-Undang No. 33 Tahun 2014.
Simpulan
Adanya kewajiban produk yang bersertifikasi halal pada dasarnya merupakan upaya pemerintah untuk melindungi masyarakatnya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya sesuai dengan yang disyaratkan oleh agama.
Apabila ditinjau dari segi bisnis, sertifikasi produk pun dapat menjadi faktor yang mendukung pertumbuhan usaha karena akan mendorong kepercayaan masyarakat sehingga membeli produk tersebut.
Adapun jenis produk yang dimaksudkan cukup terbatas dan ditinjau dari beberapa aspek sesuai syariat Islam, baik barang maupun jasa.
Jika Anda seorang yang menyukai tantangan dan ingin menjadi auditor halal, Mutu Institute menjadi tempat yang tepat bagi pelatihan Anda. Tunggu apalagi? Segera hubungi Mutu Institute melalui info@mutuinstitute.com atau 0819-1880-0007.