Indonesia tengah menyiapkan sertifikasi halal internasional. Lewat upaya ini, produk halal dalam negeri bisa diterima dengan lebih mudah di pasar global.
Indonesia memiliki peran sentral dalam perdagangan produk halal dunia. Dengan posisinya yang sangat penting itu, tidak heran kalau pemerintah berkeinginan untuk menyiapkan sertifikasi halal internasional. Lewat kehadiran sistem sertifikasi seperti ini, produk halal di tanah air diakui kehalalannya oleh dunia internasional.
Saat ini, Indonesia memang sudah memiliki standar halal yang pengelolaannya dilakukan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH). Dalam praktiknya, BPJPH melakukan kerjasama dengan Majelis Ulama Indonesia (MUI). Seperti diketahui, MUI telah mempunyai sistem sertifikasi halal yang diakui secara global.
Pentingnya Sertifikasi Halal Internasional
Banyak orang yang berpendapat, sudah ada sertifikasi halal dari BPJPH, lalu kenapa masih memerlukan sertifikasi halal internasional? Kementerian Perdagangan (Kemendag) pernah mengungkapkan permasalahan terkait aktivitas ekspor impor yang diakibatkan karena adanya perbedaan standar halal yang diterapkan oleh masing-masing negara.
Staf Ahli Bidang Hubungan Internasional Kementerian Perdagangan Arlinda seperti dikutip dari Republika mengungkapkan 3 faktor yang menjadi pemicu permasalahan. Tiga faktor pemicu tersebut adalah perbedaan regulasi, standar kehalalan, serta perbedaan madzhab.
Ketiga faktor tersebut membuat masing-masing negara memiliki interpretasi halal yang berlainan.
Permasalahan terkait sertifikasi halal dalam aktivitas ekspor impor berlangsung secara menyeluruh. Masalah seperti ini muncul tidak hanya ketika melangsungkan perdagangan dengan negara-negara yang mayoritas beragama Islam, tetapi juga negara-negara Eropa dan Amerika.
Perdagangan produk halal Indonesia dengan negara-negara anggota OKI secara khusus memerlukan kesesuaian standar halal. Pada periode Januari – Agustus 2020, Indonesia berhasil mencatatkan angka ekspor ke negara-negara OKI senilai US$12,43 miliar.
Dari jumlah tersebut, terdapat 3 produk yang mendominasi, yaitu minyak kelapa sawit, batu bara, serta spare part kendaraan bermotor.
Kehadiran sertifikasi halal internasional, berpotensi meminimalkan kemunculan masalah seperti ini. Keberadaannya membuat sistem halal yang berlaku di Indonesia memperoleh pengakuan dari lembaga sertifikasi halal di negara lain. Dengan begitu, produk halal di Indonesia diakui pula kehalalannya saat dipasarkan di luar negeri.
Sertifikasi Halal di Indonesia Diakui Dunia Internasional
Langkah pemerintah dalam menciptakan standar halal yang diakui oleh dunia internasional bukanlah kebijakan yang muncul secara tiba-tiba. MUI sebenarnya sudah mengusulkan kebijakan ini sejak lama. Apalagi, sistem sertifikasi halal yang dijalankan oleh MUI mendapatkan pengakuan dari banyak negara dunia.
Dalam halaman resminya, MUI telah mengakui sebanyak 45 lembaga sertifikasi dari berbagai negara. Pengakuan tersebut merupakan indikator kalau barang-barang dari luar negeri yang sudah memperoleh sertifikat halal dari lembaga tersebut, diakui kehalalannya oleh MUI.
Lebih lanjut, MUI sudah menjalankan praktik standardisasi halal selama lebih dari 30 tahun. Dalam durasi sepanjang itu, MUI telah menjadi pelopor sertifikasi halal di Indonesia. Bahkan, MUI mengungkapkan kalau ada lebih dari 50 negara yang menggunakan standar halal mereka.
Dengan mempertimbangkan fakta tersebut, tak mengherankan kalau pemerintah berinisiatif untuk melahirkan sertifikasi halal internasional. Apalagi, proses standardisasi halal yang dikelola BPJPH tidak berjalan sendiri, tetapi menggandeng MUI sebagai mitra.
Upaya Pemerintah Membangun Sertifikasi Halal Internasional
Lalu, bagaimana upaya pemerintah melalui BPJPH dalam mempersiapkan sertifikasi halal internasional? Dalam prosesnya, BPJPH tidak bekerja sendiri. Lembaga ini memperoleh dukungan dari berbagai organisasi lain, termasuk di antaranya adalah MUI dan Badan Standardisasi Nasional (BSN).
Dalam pandangan BSN, terdapat 4 aspek penting yang perlu dipersiapkan sebelum menyusun standar sertifikasi halal yang berlaku secara global. Empat aspek yang dimaksud adalah:
1. Lembaga Sertifikasi Produk
Pemerintah memerlukan kehadiran lembaga sertifikasi produk yang memenuhi standar internasional. Untuk itu, perlu adanya pemenuhan SNI ISO/IEC 10765.
Standar ISO ini menjadi faktor yang tak boleh dilewatkan untuk melakukan penilaian lembaga sertifikasi produk. Tujuannya, lembaga tersebut punya kompetensi dalam menyatakan kesesuaian produk dengan standar halal yang telah ditetapkan.
2. Pengujian Laboratorium Berstandar
Aspek penting yang kedua adalah laboratorium berstandar internasional. Dalam proses sertifikasi, setiap produk bakal memerlukan upaya pengujian di laboratorium. Oleh karenanya, dalam pandangan BSN, laboratorium yang digunakan sebagai lokasi pengujian harus memenuhi standar SNI ISO/IEC 17025.
3. Lembaga Pemeriksa Halal Berstandar
UU JPH menyebutkan keberadaan Lembaga Pemeriksa Halal (LPH) yang memiliki tugas berkaitan dengan pengujian atau pemeriksaan kehalalan sebuah produk. BSN menyebutkan kalau LPH tersebut harus memenuhi kualifikasi sesuai SNI ISO 17020 sebagai Lembaga Inspeksi.
Lebih lanjut, UU JPH memungkinkan pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) untuk melakukan self declare atau pernyataan halal. Dalam upaya ini, pernyataan halal tersebut masih perlu menjalani proses verifikasi dan sekaligus validasi.
Oleh karena itu, LPH perlu melakukan penerapan SNI ISO/IEC 17029 yang mencakup tugas lembaga verifikasi/validasi.
4. Pengakuan di Tingkat Global
Terakhir, BSN menyebutkan perlu adanya pengakuan standardisasi halal Indonesia oleh dunia internasional. Pemerintah perlu memiliki tingkat kepercayaan tinggi dari negara-negara lain kalau ingin membangun sertifikasi halal internasional. Dengan begitu, standar halal yang ditetapkan oleh pemerintah dapat diterima negara lain.
Ada berbagai upaya yang telah dilaksanakan pemerintah dalam membangun tingkat kepercayaan global terhadap sistem standar halal Indonesia. Beberapa upaya tersebut meliputi:
- Mendukung Berdirinya International Halal Authority Board (IHAB). Lembaga ini merupakan langkah awal untuk membangun sertifikasi halal yang diterima secara global. Indonesia memiliki peran penting dalam proses pendirian IHAB dan menempati posisi sebagai wakil ketua.
- Bergabung dengan The Standards and Metrology Institute for Islamic Countries (SMIIC). Kebijakan ini merupakan salah satu langkah untuk memperlihatkan kepada dunia Islam kalau sistem sertifikasi halal di Indonesia memiliki kesesuaian dengan standar serupa di negara-negara OKI. Dengan begitu, aktivitas perdagangan produk halal antara Indonesia dengan negara OKI berlangsung dengan lebih mudah.
- Sosialisasi regulasi halal di World Trade Organization (WTO). Pemerintah telah melakukan sosialisasi secara terus-menerus kepada seluruh anggota WTO. Sosialisasi ini sangat penting, berkaitan dengan perubahan aturan sertifikasi halal, dari yang awalnya bersifat sukarela menjadi wajib.
Itulah upaya yang tengah dilakukan oleh Pemerintah Indonesia berkaitan dengan penyusunan sertifikasi halal internasional. Pemerintah pun telah memberi kemudahan kepada para pelaku UMKM untuk bisa memperoleh sertifikasi halal secara gratis.
Kalau upaya pembentukan standar halal internasional berhasil, masyarakat Indonesia bakal memperoleh banyak keuntungan. Proses ekspor ke berbagai negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam, dapat berlangsung dengan lebih mudah.
Di waktu bersamaan, standar halal yang berstandar internasional bisa mempermudah akses ekspor secara menyeluruh. Apalagi, kehalalan sebuah produk tidak hanya memiliki manfaat bagi umat Islam. Namun, keberadaannya juga menjadi salah satu aspek penting berkaitan dengan perlindungan hak-hak konsumen.
Lalu, apa yang harus Anda lakukan untuk mengimbangi upaya yang telah dilakukan pemerintah? Mengikuti proses sertifikasi halal adalah kewajiban yang tak boleh dilewatkan. Selain itu, Anda bisa pula menjadi seorang auditor halal. Caranya mudah, ikuti pelatihan auditor halal di Mutu Institute. hubungi info@mutuinstitute.com atau 0819-1880-0007 untuk info lengkapnya.